KASUS GAWAT DARURAT OBSTETRIC
PERSALINAN KALA II
A.
Pengertian
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu
anterior macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke
dalam panggul, atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat
halangan dari tulang sakrum.
Distosia bahu secara sederhana adalah
kesulitan pada saat melahirkan bahu (Varney, 2004). Pada presentasi
kepala bahu anterior terjepit di atas simpisis pubis sehingga bahu tidak dapat
melewati panggul kecil atau sempit panggul. Bahu
posterior tertahan di atas promontorium bagian atas. Distosia bahu terjadi jika
bahu masuk ke dalam panggul kecil dengan diameter biakromial pada posisi
anteroposterior dari panggul sebagai pengganti diameter oblik panggul yang mana
diameter oblik sebesar 12,75 cm lebih panjang dari diameter anteroposterior (11
cm). Waktu untuk menolong distosia bahu kurang lebih 5-10 menit.
B. Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi
luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang
bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis.
Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di
bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu
miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan
terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir
mengikuti kepala.
C. Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas
panggul, kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada
makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada
multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak
melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah
panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat
masuk ke dalam panggul.
D. Penilaian Klinik
a. Kepala janin telah lahir namun
masih erat berada di vulva
b. Kepala bayi tidak melakukan
putaran paksi luar
c. Dagu tertarik dan menekan
perineum
d. Tanda kepala kura-kura yaitu
penarikan kembali kepala terhadap perineum sehingga tampak masuk kembali ke
dalam vagina.
e. Penarikan kepala tidak
berhasil melahirkan bahu yang terperangkap di belakang symphisis.
E. Faktor Risiko
a. Ibu dengan diabetes, 7 %
insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes gestasional (Keller,
dkk)
b. Janin besar (macrossomia),
distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat lahir yang lebih
besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran doistosia bahu memiliki
berat kurang dari 4000 g.
c. Riwayat obstetri/persalinan
dengan bayi besar
d. Ibu dengan obesitas
e. Multiparitas
f. Kehamilan posterm, dapat
menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah usia 42 mingu.
g. Riwayat obstetri dengan
persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia bahu, terdapat kasus
distosia bahu rekuren pada 5 (12%) di antara 42 wanita (Smith dkk., 1994)
h. Cephalopelvic disproportion
F. Komplikasi pada Ibu
a. Laserasi
daerah perineum dan vagina yang luas
b. Gangguan
psikologi sebagai dampak dari pengalaman yang traumatik
c. Depresi jika
janin cacat atau meninggal
d. Distosia bahu dapat
menyebabkan perdarahan postpartum karena atonia uteri,
e. rupture uteri,
G. Komplikasi pada Bayi
a. Terjadi
peningkatan insiden kesakitan dan kematian intrapartum. Pada
saat melahirkan bahu beresiko anoksia sehingga dapat mengakibatkan
kerusakan otak.
b. Kerusakan
syaraf. Kerusakan atau kelumpuhan pleksus brakhialis dan keretakan bahkan
sampai fraktur tulang klavikula.
c. Distosia bahu dapat disertai
morbiditas dan mortalitas janin yang signifikan. Kecacatan pleksus brachialis
transien adalah cedera yang paling sering, selain itu dapat juga terjadi
fraktur klavikula, fraktur humerus, dan kematian neonatal.
H. Penatalaksanaan Distosia Bahu
Penatalaksanaan
ditosia bahu juga harus memperhatikan kondisi ibu dan janin. Syarat-syarat agar
dapat dilakukan tindakan untuk menangani distosia bahu adalah :
a. Kondisi vital ibu cukup
memadai sehingga dapat bekerjasama untuk menyelesaikan persalinan
b. Masih mampu untuk mengejan
c. Jalan lahir dan pintu bawah
panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi
d. Bayi masih hidup atau
diharapkan dapat bertahan hidup
e. Bukan monstrum atau kelainan
congenital yang menghalangi keluarnya bayi
Karena distosia bahu tidak dapat diramalkan, pelaku praktik obstetric
harus mengetahui betul prinsip-prinsip penatalaksanaan penyulit yang terkadang
sangat melumpuhkan ini.
1. Teknik Penanganan Distosia Bahu
Prinsip
utama dalam penanganan distosia bahu adalah melahirkan badan bayi sesegera
mungkin dengan beberapa teknik berikut :
a. Episiotomi
Episiotomi
dilakukan dengan tujuan memperluas jalan lahir sehingga bahu diharapkan dapat
lahir.
b. Manuver Mc Robert (1983)
a. Dengan posisi ibu berbaring,
minta ibu untuk menarik kedua lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya, minta
dua asisten (boleh suami atau anggota keluarganya) untuk membantu ibu.
b. Tekan kepala bayi secara
mantap dan terus-menerus ke arah bawah (kearah anus ibu) untuk menggerakkan
bahu anterior di bawah symphisis pubis. Hindari tekanan yang berlebihan pada
bagian kepala bayi karena mungkin akan melukainya.
c. Secara bersamaan minta salah
satu asisten untuk memberikan sedikit tekanan supra pubis ke arah bawah dengan
lembut. Jangan lakukan dorongan pada pubis, karena akan mempengaruhi bahu lebih
jauh dan bisa menyebabkan ruptur uteri
c. Manuver Corkscrew Woods (1943)
a. Masukkan satu tangan ke dalam
vagina dan lakukan penekanan pada bahu anterior, ke arah sternum bayi, untuk
memutar bahu bayi dan mengurangi diameter bahu
b. Jika perlu, lakukan penekanan
pada bahu posterior ke arah sternum.
d. Teknik Pelahiran Bahu Belakang
a. Masukkan satu tangan ke dalam
vagina dan pegang tulang lengan atas yang berada pada posisi posterior
b. Fleksikan lengan bayi di
bagian siku dan letakkan lengan tersebut melintang di dada bayi.
e. Manuver Rubin (1964)
a. Pertama dengan
menggoyang-goyang kedua bahu janin dari satu sisi ke sisi lain dengan
memberikan tekanan pada abdomen.
b. Bila tidak berhasil, tangan
yang berada di panggul meraih bahu yang paling mudah di akses, kemudian
mendorongnya ke permukaan anterior bahu. Hal ini biasanya akan menyebabkan
abduksi kedua bahu kemudian akan menghasilkan diameter antar-bahu dan
pergeseran bahu depan dari belakang simfisis pubis.
f. Manuver Hibbard (1982)
Menekan
dagu dan leher janin ke arah rectum ibu dan seorang asisten menekan kuat fundus
saat bahu depan dibebaskan. Penekanan fundus yang dilakukan pada saat yang
salah akan mengakibatkan bahu depan semakin terjepit (Gross dkk., 1987)
g. Posisi Merangkak
a. Minta ibu untuk berganti
posisi merangkak
b. Coba ganti kelahiran bayi
tersebut dalam posisi ini dengan cara melakukan tarikan perlahan pada bahu
anterior ke arah atas dengan hati-hati.
c. Segera setelah lahir bahu
anterior, lahirkan bahu posterior dengan tarikan perlahan ke arah bagian bawah
dengan hati-hati.
h. Manuver Zavanelli (Sandberg, 1985)
a. Mengembalikan kepala ke posisi
oksiput anterior atau posterior bila kepala janin telah berputar dari posisi
tersebut
b. Memfleksikan kepala dan secara
perlahan mendorongnya masuk kembali ke vagina yang diikuti dengan pelahiran
secara sesar.
c. Memberikan terbutaline 250 mg
subkutan untuk menghasilkan relaksasi uterus.
i. Fraktur Klavikula
Mematahkan
klavikula dengan cara menekan klavikula anterior terhadap ramus
pubis dapat dilakukan untuk membebaskan bahu yang terjepit.
j. Kleidotomi
Kleidotomi
yaitu memotong klavikula dengan gunting atau benda tajam lain, biasanya
dilakukan pada janin mati (Schram, 1983)
k. Simfisiotomi
Simfisotomi
yaitu mematahkan simfisis pubis untuk mempermudah persalinan juga dapat
diterapkan dengan sukses (Hartfield, 1986). Namun Goodwin dkk. Melaporkan bahwa
tiga kasus yang mengerjakan simfisiotomi, ketiga bayi mati dan terdapat
morbiditas ibu signifikan akibat cedera traktus urinarius.
2. Langkah- langkah Penatalaksanaan Distosia
Bahu
a. Asuhan Persalinan Normal 2008
1) melakukan
episiotomy,
2) melakukan
manuver McRobert dengan tekanan supra pubik.
Biasanya
dengan manuver tersebut janin dengan distosia bahu sudah dapat dilahirkan.
Namun jika bahu tidak lahir direkomendasikan manuver Corkscrew Woods, teknik
pelahiran bahu belakang dan melahirkan dengan posisi merangkak. Sedangkan
fraktur klavikula merupakan pilihan terakhir.
Penatalaksanaan distosia bahu
(APN 2007)
a) Mengenakan sarung tangan desinfeksi tingkat
tinggi atau steril.
b) Melaksanakan episiotomi secukupnya dengan
didahului dengan anastesi lokal.
c) Mengatur posisi ibu Manuver Mc Robert.
(1) Pada posisi ibu berbaring terlentang, minta ibu menarik
lututnya sejauh mungkin kea rah dadanya dan diupayakan lurus. Minta
suami/keluarga membantu.
(2) Lakukan penekanan ke bawah dengan mantap diatas simpisis
pubis untuk menggerakkan bahu anterior di atas simpisis pubis. Tidak
diperbolehkan mendorong fundus uteri, beresiko menjadi ruptur uteri.
d) Ganti posisi ibu dengan posisi merangkak dan
kepala berada di atas.
(1) Tekan ke atas untuk melahirkan bahu depan.
(2) Tekan kepala janin mantap ke bawah untuk melahirkan bahu
belakang.
5) Penatalaksanaan distosia bahu menurut Varney
(2007)
a) Bersikap relaks. Hal ini akan mengkondisikan
penolong untuk berkonsentrasi dalam menangani situasi gawat darurat secara
efektif.
b) Memanggil dokter. Bila masih terus
menolong sampai bayi lahir sebelum dokter adatang, maka dokter akan menangani
perdarahan yang mungkin terjadi atau untuk tindakan resusitasi.
c) Siapkan peralatan tindakan resusitasi.
d) Menyiapkan peralatan dan obat-obatan untuk
penanganan perdarahan.
e) Beritahu ibu prosedur yang akan dilakukan.
f) Atur posisi Mc Robert.
g) Cek posisi bahu. Ibu diminta tidak mengejan.
Putar bahu menjadi diameter oblik dari pelvis atau anteroposterior bila
melintang. Kelima jari satu tangan diletakkan pada dada janin, sedangkan kelima
jari tangan satunya pada punggung janin sebelah kiri. Perlu tindakan secara
hati-hati karena tindakan ini dapat menyebabkan kerusakan pleksus syaraf
brakhialis.
h) Meminta pendamping untuk menekan
daerah supra pubik untuk menekan kepala ke arah bawah dan luar. Hati-hati dalam
melaksanakan tarikan ke bawah karena dapat menimbulkan kerusakan pleksus syaraf
brakhialis. Cara menekan daerah supra pubik dengan cara kedua tangan saling
menumpuk diletakkan di atas simpisis. Selanjutnya ditekan ke arah luar bawah
perut.
i) Bila belum menunjukkan
kemajuan, kosongkan kandung kemih karena dapat menganggu turunnya bahu,
melakukan episiotomy, melakukan pemeriksaan dalam untuk mencari kemungkinan
adanya penyebab lain distosia bahu. Tangan diusahakan memeriksa kemungkinan :
Ø Tali pusat
pendek.
Ø Bertambah
besarnya janin pada daerah thorak dan abdomen oleh karena tumor.
Ø Lingkaran
bandl yang mengindikasikan akan terjadi ruptur uteri.
j) Mencoba kembali melahirkan bahu. Bila
distosia bahu ringan, janin akan dapat dilahirkan.
k) Lakukan tindakan perasat seperti menggunakan alat
untuk membuka botol (corkcrew) dengan cara seperti menggunakan prinsip
skrup wood. Lakukan pemutaran dari bahu belakang menjadi bahu depan searah
jarum jam, kemudian di putar kembali dengan posisi bahu belakang menjadi bahu
depan berlawanan arah dengan jarum jam putar 180⁰. Lakukan gerakan pemutaran
paling sedikit 4 kali, kemudian melahirkan bahu dengan menekan kepada ke arah
luar belakang disertai dengan penekanan daerah suprapubik.
l) Bila belum berhasil, ulangi melakukan
pemutaran bahu janin seperti langkah 11.
m) Bila tetap belum berhasil, maka langkah selanjutnya
mematahkan klavikula anterior kemudian melahirkan bahu anterior, bahu
posterior, dan badan janin.
n) Melakukan maneuver Zavenelli, yaitu suatu
tindakan untuk memasukkan kepala kembali ke dalam jalan lahir dengan cara
menekan dinding posterior vagina, selanjutnya kepala janin di tahan dan
dimasukkan, kemudian dilakukan SC.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Depkes
RI. 2012. Asuhan
Persalinan Normal. Jakarta :Jaringan Nasional Pelatihan Klinik
Kesehatan Reproduksi
2.
Winkjosastro,
H. 2010. Ilmu
Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3.
Mochtar
R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi ke-2. Jakarta : EGC
4.
Rukiyah , Aiyeyeh.2010. Asuhan
Kebidanan 4 : Jakarta . TIM