Rabu, 17 Juli 2013

KEGAWAT DARURATAN KALA II



KASUS GAWAT DARURAT OBSTETRIC PERSALINAN KALA II


A.    Pengertian
Distosia bahu

Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sakrum.
Distosia bahu secara sederhana adalah kesulitan  pada saat melahirkan bahu (Varney, 2004). Pada presentasi kepala bahu anterior terjepit di atas simpisis pubis sehingga bahu tidak dapat melewati panggul kecil atau sempit panggul. Bahu posterior tertahan di atas promontorium bagian atas. Distosia bahu terjadi jika bahu masuk ke dalam panggul kecil dengan diameter biakromial pada posisi anteroposterior dari panggul sebagai pengganti diameter oblik panggul yang mana diameter oblik sebesar 12,75 cm lebih panjang dari diameter anteroposterior (11 cm). Waktu untuk menolong distosia bahu kurang lebih 5-10 menit.
B. Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.
C. Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
D. Penilaian Klinik
a.       Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva
b.      Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
c.       Dagu tertarik dan menekan perineum
d.      Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap perineum sehingga tampak masuk kembali ke dalam vagina.
e.       Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang terperangkap di belakang symphisis.
E. Faktor Risiko
a.       Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes gestasional (Keller, dkk)
b.      Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran doistosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g.
c.       Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar
d.      Ibu dengan obesitas
e.       Multiparitas
f.       Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah usia 42 mingu.
g.      Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia bahu, terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5 (12%) di antara 42 wanita (Smith dkk., 1994)
h.      Cephalopelvic disproportion
F. Komplikasi pada Ibu
a.       Laserasi daerah perineum dan vagina yang luas
b.      Gangguan psikologi sebagai dampak dari pengalaman  yang traumatik
c.       Depresi jika janin cacat atau meninggal
d.      Distosia bahu dapat menyebabkan perdarahan postpartum karena atonia uteri,
e.        rupture uteri,
G. Komplikasi pada Bayi
a.       Terjadi peningkatan insiden kesakitan dan kematian intrapartum. Pada saat  melahirkan bahu beresiko anoksia sehingga dapat mengakibatkan kerusakan otak.
b.      Kerusakan syaraf. Kerusakan atau kelumpuhan pleksus brakhialis dan keretakan bahkan sampai fraktur tulang klavikula.
c.       Distosia bahu dapat disertai morbiditas dan mortalitas janin yang signifikan. Kecacatan pleksus brachialis transien adalah cedera yang paling sering, selain itu dapat juga terjadi fraktur klavikula, fraktur humerus, dan kematian neonatal.
H. Penatalaksanaan Distosia Bahu
Penatalaksanaan ditosia bahu juga harus memperhatikan kondisi ibu dan janin. Syarat-syarat agar dapat dilakukan tindakan untuk menangani distosia bahu adalah :
a.       Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat bekerjasama untuk menyelesaikan persalinan
b.      Masih mampu untuk mengejan
c.       Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi
d.      Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
e.       Bukan monstrum atau kelainan congenital yang menghalangi keluarnya bayi



Karena distosia bahu tidak dapat diramalkan, pelaku praktik obstetric harus mengetahui betul prinsip-prinsip penatalaksanaan penyulit yang terkadang sangat melumpuhkan ini.
1. Teknik Penanganan Distosia Bahu
Prinsip utama dalam penanganan distosia bahu adalah melahirkan badan bayi sesegera mungkin dengan beberapa teknik berikut :
a. Episiotomi
Episiotomi dilakukan dengan tujuan memperluas jalan lahir sehingga bahu diharapkan dapat lahir.
b. Manuver Mc Robert (1983)
a.       Dengan posisi ibu berbaring, minta ibu untuk menarik kedua lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya, minta dua asisten (boleh suami atau anggota keluarganya) untuk membantu ibu.
b.      Tekan kepala bayi secara mantap dan terus-menerus ke arah bawah (kearah anus ibu) untuk menggerakkan bahu anterior di bawah symphisis pubis. Hindari tekanan yang berlebihan pada bagian kepala bayi karena mungkin akan melukainya.
c.       Secara bersamaan minta salah satu asisten untuk memberikan sedikit tekanan supra pubis ke arah bawah dengan lembut. Jangan lakukan dorongan pada pubis, karena akan mempengaruhi bahu lebih jauh dan bisa menyebabkan ruptur uteri
c. Manuver Corkscrew Woods (1943)
a.       Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan lakukan penekanan pada bahu anterior, ke arah sternum bayi, untuk memutar bahu bayi dan mengurangi diameter bahu
b.      Jika perlu, lakukan penekanan pada bahu posterior ke arah sternum.
d. Teknik Pelahiran Bahu Belakang
a.       Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan pegang tulang lengan atas yang berada pada posisi posterior
b.      Fleksikan lengan bayi di bagian siku dan letakkan lengan tersebut melintang di dada bayi.
e. Manuver Rubin (1964)
a.       Pertama dengan menggoyang-goyang kedua bahu janin dari satu sisi ke sisi lain dengan memberikan tekanan pada abdomen.
b.      Bila tidak berhasil, tangan yang berada di panggul meraih bahu yang paling mudah di akses, kemudian mendorongnya ke permukaan anterior bahu. Hal ini biasanya akan menyebabkan abduksi kedua bahu kemudian akan menghasilkan diameter antar-bahu dan pergeseran bahu depan dari belakang simfisis pubis.
f. Manuver Hibbard (1982)
Menekan dagu dan leher janin ke arah rectum ibu dan seorang asisten menekan kuat fundus saat bahu depan dibebaskan. Penekanan fundus yang dilakukan pada saat yang salah akan mengakibatkan bahu depan semakin terjepit (Gross dkk., 1987)
g. Posisi Merangkak
a.       Minta ibu untuk berganti posisi merangkak
b.      Coba ganti kelahiran bayi tersebut dalam posisi ini dengan cara melakukan tarikan perlahan pada bahu anterior ke arah atas dengan hati-hati.
c.       Segera setelah lahir bahu anterior, lahirkan bahu posterior dengan tarikan perlahan ke arah bagian bawah dengan hati-hati.
h. Manuver Zavanelli (Sandberg, 1985)
a.       Mengembalikan kepala ke posisi oksiput anterior atau posterior bila kepala janin telah berputar dari posisi tersebut
b.      Memfleksikan kepala dan secara perlahan mendorongnya masuk kembali ke vagina yang diikuti dengan pelahiran secara sesar.
c.       Memberikan terbutaline 250 mg subkutan untuk menghasilkan relaksasi uterus.
i. Fraktur Klavikula
Mematahkan klavikula dengan cara menekan klavikula anterior terhadap ramus pubis dapat dilakukan untuk membebaskan bahu yang terjepit.
j. Kleidotomi
Kleidotomi yaitu memotong klavikula dengan gunting atau benda tajam lain, biasanya dilakukan pada janin mati (Schram, 1983)
k. Simfisiotomi
Simfisotomi yaitu mematahkan simfisis pubis untuk mempermudah persalinan juga dapat diterapkan dengan sukses (Hartfield, 1986). Namun Goodwin dkk. Melaporkan bahwa tiga kasus yang mengerjakan simfisiotomi, ketiga bayi mati dan terdapat morbiditas ibu signifikan akibat cedera traktus urinarius.
2. Langkah- langkah Penatalaksanaan Distosia Bahu
a. Asuhan Persalinan Normal 2008
1) melakukan episiotomy,
2) melakukan manuver McRobert dengan tekanan supra pubik.
Biasanya dengan manuver tersebut janin dengan distosia bahu sudah dapat dilahirkan. Namun jika bahu tidak lahir direkomendasikan manuver Corkscrew Woods, teknik pelahiran bahu belakang dan melahirkan dengan posisi merangkak. Sedangkan fraktur klavikula merupakan pilihan terakhir.
Penatalaksanaan distosia bahu (APN 2007)
a)    Mengenakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril.
b)    Melaksanakan episiotomi secukupnya dengan didahului dengan anastesi lokal.
c)    Mengatur posisi ibu Manuver Mc Robert.
(1)  Pada posisi ibu berbaring terlentang, minta ibu menarik lututnya sejauh mungkin kea rah dadanya dan diupayakan lurus. Minta suami/keluarga membantu.
(2)  Lakukan penekanan ke bawah dengan mantap diatas simpisis pubis untuk menggerakkan bahu anterior di atas simpisis pubis. Tidak diperbolehkan mendorong fundus uteri, beresiko menjadi ruptur uteri.
Bahu Macet (Dystocia Bahu) Komplikasi dan Penyulit Persalinan Kala II

d)    Ganti posisi ibu dengan posisi merangkak dan kepala berada di atas.
(1)  Tekan ke atas untuk melahirkan bahu depan.
(2)  Tekan kepala janin mantap ke bawah untuk melahirkan bahu belakang.
5)    Penatalaksanaan distosia bahu menurut Varney (2007)
a)    Bersikap relaks. Hal ini akan mengkondisikan penolong untuk berkonsentrasi dalam menangani situasi gawat darurat secara efektif.
b)    Memanggil dokter. Bila  masih terus menolong sampai bayi lahir sebelum dokter adatang, maka dokter akan menangani perdarahan yang mungkin terjadi atau untuk tindakan resusitasi.
c)    Siapkan peralatan tindakan resusitasi.
d)    Menyiapkan peralatan dan obat-obatan untuk penanganan perdarahan.
e)    Beritahu ibu prosedur yang akan dilakukan.
f)     Atur posisi Mc Robert.
Posisi Mc Robert
Mc Robert

g)    Cek posisi bahu. Ibu diminta tidak mengejan. Putar bahu menjadi diameter oblik dari pelvis atau anteroposterior bila melintang. Kelima jari satu tangan diletakkan pada dada janin, sedangkan kelima jari tangan satunya pada punggung janin sebelah kiri. Perlu tindakan secara hati-hati karena tindakan ini dapat menyebabkan kerusakan pleksus syaraf brakhialis.
h)    Meminta pendamping  untuk menekan daerah supra pubik untuk menekan kepala ke arah bawah dan luar. Hati-hati dalam melaksanakan tarikan ke bawah karena dapat menimbulkan kerusakan pleksus syaraf brakhialis. Cara menekan daerah supra pubik dengan cara kedua tangan saling menumpuk diletakkan di atas simpisis. Selanjutnya ditekan ke arah luar bawah perut.
i)      Bila  belum menunjukkan kemajuan, kosongkan kandung kemih karena dapat menganggu turunnya bahu, melakukan episiotomy, melakukan pemeriksaan dalam untuk mencari kemungkinan adanya penyebab lain distosia bahu. Tangan diusahakan memeriksa kemungkinan :
Ø Tali pusat pendek.
Ø Bertambah besarnya janin pada daerah thorak dan abdomen oleh karena tumor.
Ø Lingkaran bandl yang mengindikasikan akan terjadi ruptur uteri.
j)      Mencoba kembali melahirkan bahu. Bila distosia bahu ringan, janin akan dapat dilahirkan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQPPGCfCRQBxWKaRKUMkHA6MJHHGHcDmiSZTXZ7dcvw2nVnY5Gt_sEsiNTA_TJ0NDHVq6WPhXEXTmVw0A-lTnTyV8iAwgq3nOlVLe4WcrPij36nB_JfeUqnW9LAXaLbvt6SCjmnFEZ_gw/s320/image_thumb%5B11%5D.png
k)    Lakukan tindakan perasat seperti menggunakan alat untuk membuka botol (corkcrew) dengan cara seperti menggunakan prinsip skrup wood. Lakukan pemutaran dari bahu belakang menjadi bahu depan searah jarum jam, kemudian di putar kembali dengan posisi bahu belakang menjadi bahu depan berlawanan arah dengan jarum jam putar 180. Lakukan gerakan pemutaran paling sedikit 4 kali, kemudian melahirkan bahu dengan menekan kepada ke arah luar belakang disertai dengan penekanan daerah suprapubik.
l)      Bila belum berhasil, ulangi melakukan pemutaran bahu janin seperti langkah 11.
m)  Bila tetap belum berhasil, maka langkah selanjutnya mematahkan klavikula anterior kemudian melahirkan bahu anterior, bahu posterior, dan badan janin.
n)    Melakukan maneuver Zavenelli, yaitu suatu tindakan untuk memasukkan kepala kembali ke dalam jalan lahir dengan cara menekan dinding posterior vagina, selanjutnya kepala janin di tahan dan dimasukkan, kemudian dilakukan SC.





DAFTAR PUSTAKA
1.     Depkes RI. 2012Asuhan Persalinan Normal. Jakarta :Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi
2.     Winkjosastro, H. 2010Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3.     Mochtar R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi ke-2. Jakarta : EGC
4.     Rukiyah , Aiyeyeh.2010. Asuhan Kebidanan 4 : Jakarta . TIM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar